Hukum & Kriminal

Polemik Lahan Eks HGU Kopperson Kendari, JPKP Minta Negara Lindungi Pemilik SHM

191
×

Polemik Lahan Eks HGU Kopperson Kendari, JPKP Minta Negara Lindungi Pemilik SHM

Sebarkan artikel ini
Pengurus JPKP Sultra, Nasrullah, S.Pd., M.M.B.

Kendari, Sulawesi Tenggara – Surat permintaan peletakan patok batas atas Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) No. 1 Tahun 1981 yang diklaim milik Koperasi Perikanan/Perempangan Soananto (Kopperson) kembali memicu polemik dan keresahan di tengah masyarakat Kendari.

Surat dari Pengadilan Negeri (PN) Kendari yang bernomor 1759/KPN.W23.U/HK2.4/IX2025 dan ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kendari itu mencakup lokasi strategis di Jalan Poros By Pass, Kecamatan Mandonga, Kelurahan Korumba.

Eksekusi Dinilai Cederai Keadilan Sosial

Langkah PN Kendari tersebut langsung mendapat tanggapan keras dari berbagai pihak, salah satunya Lembaga Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Sulawesi Tenggara.

Pengurus JPKP Sultra, Nasrullah, S.Pd., M.M.B, menilai bahwa upaya eksekusi tersebut sudah tidak relevan secara hukum dan berpotensi mencederai rasa keadilan sosial masyarakat.

Nasrullah menyoroti fakta bahwa lahan seluas 25 hektare di tengah Kota Kendari yang diklaim oleh Kopperson saat ini telah padat dengan aktivitas masyarakat, di mana telah berdiri ratusan rumah warga serta sejumlah fasilitas publik dan bisnis penting, seperti Rumah Sakit Aliyah, Hotel Zahra, Gudang Avian, dan kantor PT Askon.

“HGU itu diberikan selama 25 tahun sejak 1974. Artinya masa berlakunya sudah habis sejak 1999, dan tidak ada bukti perpanjangan resmi ke BPN. Secara hukum, tanah tersebut kembali menjadi milik negara, dan BPN telah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada warga dan lembaga yang kini menempati lahan saat ini,” tegas Nasrullah kepada awak media pada Sabtu (27/9).

Putusan Lama Dianggap Daluarsa

Nasrullah juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Kopperson, yakni putusan perdata Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kdi, yang dinilainya sudah tidak memadai.

Ia menekankan bahwa eksekusi atas putusan perdata yang tidak dilaksanakan dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun dapat dianggap daluarsa.

“Ini melanggar asas kepastian hukum dan tidak mempertimbangkan perubahan sosial maupun administratif yang telah terjadi di atas lahan itu. Kalau BPN sudah menerbitkan sertifikat, dan warga telah menempati serta memanfaatkan tanah secara sah, maka eksekusi hanya akan menimbulkan konflik horizontal dan keresahan sosial,” tambahnya.

Desak PN Kendari Tinjau Ulang dan Verifikasi Menyeluruh

Lebih lanjut, JPKP Sultra mendesak agar Pengadilan Negeri Kendari meninjau ulang surat permintaan tersebut dan tidak gegabah dalam melakukan eksekusi.

Nasrullah mengingatkan agar keberadaan fasilitas publik dan tempat tinggal warga tidak boleh diabaikan.

JPKP juga berencana melayangkan surat resmi kepada Ketua Pengadilan dan BPN Kendari untuk dilakukan verifikasi menyeluruh terhadap status hukum lahan tersebut.

“Negara harus hadir melindungi rakyat yang sudah puluhan tahun hidup dan membangun di atas lahan itu secara sah. Jangan biarkan kekosongan hukum dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang sudah tidak memiliki legalitas lagi,” tutup Nasrullah.

Diketahui, upaya eksekusi atas lahan ini sebelumnya juga pernah gagal dilakukan pada tahun 1998 dan 2018.

Kembalinya isu ini ke permukaan dinilai berpotensi memicu ketegangan sosial jika tidak ditangani secara bijak dan transparan.

JPKP menyerukan agar seluruh pihak menahan diri dan menyelesaikan persoalan ini melalui jalur hukum yang adil dan tidak memihak, dengan mengutamakan prinsip keadilan sosial dan kepastian hukum. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *