LENSATIMOR.COM, KENDARI – Pasca pelaksanaan Pilkada Serentak di Sulawesi Tenggara (Sultra), potensi gugatan terhadap hasil Pilkada 2024 menjadi sorotan.
Pengamat Politik, Asriani, mengungkapkan bahwa beberapa hal yang berpotensi memicu gugatan, khususnya di Kolaka Utara, yaitu temuan Bawaslu terkait serangan fajar atau money politik yang dilakukan oleh salah satu paslon.
“Temuan Bawaslu tentang serangan fajar atau money politik akan menjadi dasar bagi paslon lain yang merasa dirugikan. Ini karena, dari sisi penyelenggaraan pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan pemilu, tindakan tersebut sudah menyalahi aturan. Penyelenggara pemilu seharusnya bisa mencegah terjadinya money politik,” ujar Asriani di Kutip dari Media Kendari Pos Edisi Sabtu (30/11/2024).
Asriani menyayangkan maraknya money politik di Pilkada 2024 di Sultra, yang menurutnya menandakan bahwa pesta demokrasi kita masih cenderung menggunakan praktik tersebut.
“Partisipasi masyarakat dalam Pilkada seharusnya murni aspirasi dari masyarakat, bukan ditunggangi oleh transaksi uang,” tegasnya.
Asriani juga menyoroti potensi gugatan terkait hasil quick count yang diumumkan sebelum proses perhitungan resmi KPU selesai.
“Sangat disayangkan, hasil quick count sudah diumumkan saat proses perhitungan KPU belum selesai. Seharusnya kita menunggu hasil perhitungan resmi dari KPU untuk memastikan keakuratan data,” ujar Asriani.
Pengamat Politik lainnya, Andi Awaluddin Ma’aruf, juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik money politik di Pilkada 2024.
“Politik uang yang terjadi di Pilkada Serentak ini telaten. Ada tapi tidak kelihatan wujudnya. Yang menjadi masalah, penyelenggara tidak bisa secara langsung membuktikan maraknya fenomena politik uang,” ujar Andi Awaluddin Ma’aruf.
Andi Awaluddin Ma’aruf menilai, praktik money politik di Pilkada 2024 sudah sistematis dan tidak terlihat.
“Yang paling mendasar juga bagaimana sikap masyarakat yang justru menunggu serangan politik uang. Penyakit Pilkada hari ini salah satunya praktik politik uang menjadi komoditas politik masyarakat. Masyarakat menunggu serangan uang,” tambahnya.
Lebih lanjut, Andi Awaluddin Ma’aruf mengungkapkan bahwa meskipun tantangannya penyelenggara pemilu yang mengawasi politik uang ini sangat terbatas, seharusnya masyarakat yang aktif melaporkan politik uang ketika terjadi praktik ini. “Justru masyarakat yang mendukung,” tegasnya.
Andi Awaluddin Ma’aruf juga menyoroti potensi gugatan terkait dengan kecurangan pemilu.
“Kemungkinan besar gugatan Pilkada tahun ini dari praktik penyelenggara Pilkada misalnya terjadi penggelembungan suara, ada mekanisme pemungutan suara yang tidak sesuai mekanisme, dan ada DPT Siluman dan lain-lain. Tapi kelemahannya gejala ini tidak nampak di media lokal,” ungkap Andi Awaluddin Ma’aruf.
“Tidak ada berita tentang gejolak pelanggaran pemilu, juga tidak ada pelapor. Kecurangan pemilu di protes jika ada fenomena, praktik pelanggaran. Tapi sampai hari ini hampir tidak ada gejolak yang terjadi. Tidak ada riak yang signifikan terkait pelanggaran Pilkada,” pungkasnya.
Sumber : Kendari Pos Edisi Sabtu (30/11/2024)