Opini

Optimalisasi Peran Bunda Literasi dalam Pembudayaan Gemar Membaca di Kota Kendari

19756
×

Optimalisasi Peran Bunda Literasi dalam Pembudayaan Gemar Membaca di Kota Kendari

Sebarkan artikel ini
*Penulis : Hj. Arniaty DK, SP., M. Si (Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Kendari.

Gerakan Nasional Gemar Membaca sudah diwacanakan dan diadopsi dalam perundang-undangan Perpustakaan.

Pasal 51 Undang-Undang (UU) Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebut bahwa peningkatan pembudayaan kegemaran membaca perlu dilakukan melalui ‘Gerakan Nasional Gemar Membaca’.

Gerakan ini datang atas kesadaran yang bertitik tolak dari fenomena rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.

Bahkan lebih dalam lagi—perluasan ke literasi, bangsa ini memang tertinggal jauh. Dibutuhkan gerak ‘kolektif’ segenap elemen bangsa untuk bersama-sama berkontribusi pada pembudayaan baca terutama di kalangan generasi muda sebagai investasi Sumber Daya Manusia (SDM).

Dalam kerangka itulah, Perpustakaan Nasional sebagai perwakilan pemerintah menginisiasi satu langkah strategis dan ini sudah berjalan sejak tahun 2006 yaitu mengangkat seorang “bunda baca/bunda literasi” sebagai motivator, inspirator dan figur keteladanan masyarakat Indonesia dalam aspek minat baca dan kegemaran membaca.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 43/2007 tentang Perpustakaan sebagai bentuk penjelasan atas UU dimaksud bahwa “Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui: gerakan nasional gemar membaca; penyediaan buku murah dan berkualitas; pengembangan dan pemanfaatan perpustakaan sebagai proses pembelajaran; penyediaan sarana perpustakaan di tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu; taman bacaan masyarakat; rumah baca; dan/atau kegiatan sejenis lainnya (Pasal 74 ayat 1).

Kenyataannya sampai saat ini, progressnya jauh dari maksimal. Bahkan harus kita akui banyak perpustakaan daerah yang di bawah naungan pemerintah daerah ‘mati suri’.

Nasib yang sama dialami juga oleh taman baca atau nama lain yang sejenis yang di inisiasi oleh masyarakat sipil. Bahkan perpustakaan milik universitas atau sekolah tinggi di berbagai daerah kondisinya juga memprihatinkan.

Data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan diamini oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) di tahun 2023, indeks minat baca kita di angka 0,001 persen atau 1: 1.000 artinya, hanya 1 orang yang minat membaca dari 1.000 orang Indonesia.

Artinya Gerakan Nasional Gemar Membaca yang dicanangkan sejak 2006 gagal mengaktivasi minat baca bangsa ini menjadi sebuah gerakan nasional yang masif, adaptif, dan konkret. Bisa dikatakan hanya sebatas wacana ‘manis’.

Kurangnya minat baca di Indonesia disebabkan oleh faktor yang multilevel. Secara umum dipengaruhi oleh lingkungan, infrastruktur yang tidak memadai, masifnya game online terutama dikalangan anak-anak dan pemuda, budaya copy paste, dan sebagainya.

Tanpa menyalahkan siapapun, jika pembudayaan membaca tidak berhasil dengan kebijakan pemerintah, maka pilihan untuk membangun suatu peradaban masyarakat yang literer adakalanya datang dari luar pemerintah.

Inilah sebenarnya ‘budaya’ yang justru mampu merubah kebijakan yang tidak efektif menjadi lebih efektif dan berhasil.

Keteladanan dan Kolaborasi

Kondisi masyarakat kita yang paternalistik membutuhkan keteladanan, maka untuk perbaikan kedepan harus dimulai dengan pembudayaan gemar membaca dari pejabat negara/daerah, birokrasi, pengurus perpustakaan, pengurus taman baca, tokoh masyarakat dan pihak lain yang memiliki ‘power’ sampai unit terkecil misalnya RTRW. Tanpa itu sulit bagi bangsa ini bergerak maju, meningkatkan indeks baca.

Jika bisa dilakukan, berbagai program prioritas bisa disusun dan dikerjakan dengan strategi serta keterlibatan personalia ‘bunda literasi’ sebagai pionirnya.

Pemaknaan literasi juga tidak boleh di capture hanya pada konteks nasional, regional, dan global.

Tetapi bagaimana literasi itu juga berorientasi pada keunikan dan karakteristik daerah masing-masing, yang didukung oleh pola layanan perpustakaan yang efektif, dinamis dan kreatif untuk mempercepat tumbuhnya budaya gemar membaca sebagai bagian dari budaya hidup.

Dalam Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 4 Tahun 2021 tentang Akademi Literasi di Pasal 5 huruf e disebutkan bahwa bunda literasi kabupaten/kota adalah salah satu pegiat literasi.

Pasal 8 mempertegas tugas pegiat literasi yakni melakukan sosialisasi, promosi, dan kampanye pembudayaan gemar membaca dan literasi untuk semua kalangan masyarakat dengan menggunakan berbagai metode dan media.

Intinya ‘bunda literasi’ hanyalah satu komponen dari komponen besar untuk menggerakkan minat baca di negeri ini. Peran bunda baca/bunda literasi daerah adalah sebagai inspirator, motivator dan pengungkit gerakan pembudayaan itu.

Kegiatan yang bersifat lokal berkarakter khusus yang dibutuhkan masyarakat daerah masing-masing (tingkat provinsi maupun kabupaten/kota) dilaksanakan langsung oleh bunda baca/bunda literasi daerah.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Kendari telah menyusun program bunda literasi yang meliputi: workshop bunda literasi, lomba bertutur dan baca puisi; talkshow pembudayaan gemar membaca , roadshow bunda literasi dan sebagainya masih banyak giat lain yg bisa dilakukan untuk membudayakan kegemaran membaca seperti lomba menulis cerpen dan puisi, talkshow literasi; membuat video testimoni tentang pentingnya perpustakaan membaca di era digital; pameran perpustakaan dan literasi; bengkel literasi; gerakan sumbang buku kerjasama dengan penerbit; menulis buku; diskusi dan bedah buku; seminar pembudayaan kegemaran membaca; pemutaran film; temu bintang dan komunitas literasi; kunjungan ke perpustakaan dan komunitas baca; menginisiasi pendirian lapak baca dan sudut baca; festival literasi/buku; peluncuran buku; publikasi tulisan melalui cetakan media sosial.

Agar tepat sasaran dan memberikan manfaat semua kegiatan tersebut difokuskan pada kegiatan peningkatan segmentasi masyarakat potensial yang memiliki inisiatif untuk membangun keberdayaan dan kecerdasan.

Selanjutnya pelaksanaan sosialisasi dan kampanye Pembudayaan Kegemaran Membaca dilakukan secara proporsional dan merata. Terakhir bagaimana instansi terkait mampu membangun kolaborasi multipihak dan multilevel.

Multipihak dalam arti mengajak semua pihak di lingkup Kota Kendari mulai dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), masyarakat kota Kendari, BUMD, kampus dan media untuk bersama-sama mengeksplorasi sumber daya apa yang bisa dikerjakan bersama.

Multilevel dalam arti Dinas Perpustakaan Kota Kendari tidak hanya berpangku pada sumber daya yang ada di Kota Kendari, tetapi membuka ruang-ruang baru sampai di level nasional dan ini sangat di mungkinkan.

Pada gilirannya akan bermanfaat bagi pengembangan kesadaran masyarakat dalam kerangka pembudayaan gemar membaca guna meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan dan berdampak bagi masyarakat, menjadi lebih inisiatif, inovatif dan berdaya saing tinggi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *