KENDARI – Seolah kehabisan peluru untuk melawan, kuasa hukum warga Tapak Kuda justru menampilkan kedangkalannya sendiri di ruang publik.
Alih-alih menempuh mekanisme hukum yang benar, mereka malah menempuh langkah yang jelas tidak dikenal dalam hukum acara perdata dan sama sekali bukan prosedur perlawanan hukum.
Menjadi pertanyaan besar kenapa gunakan jasa praktisi hukum sebanyak itu namun tak satupun yang tempuh jalur sesuai mekanisme hukum? Jawabannya ialah karena mereka paham bahwa sudah tidak ada upaya hukum lagi. Tapi saya menghargai rekan-rekan pengacara warga tapak kuda yang juga bekerja mencari nafkah.
Lebih parah lagi, kuasa hukum tersebut kini memfitnah bahwa Koperasi Perikanan dan Perempangan Saonanto (KOPPERSON) adalah koperasi tidak sah hanya karena tidak ditemukan dalam sistem ODS dan AHU.
Tuduhan itu bukan saja ngawur, tetapi juga memperlihatkan betapa dangkalnya analisis hukum seorang yang mengaku telah menempuh pendidikan hukum hingga pascasarjana.
Pertanyaannya: ada apa di balik upaya sistematis membentuk opini sesat seperti ini?
1. Akta KOPPERSON Dibuat oleh Notaris Resmi Negara
KOPPERSON bukanlah entitas liar sebagaimana diberitakan.
Akta pendiriannya dibuat oleh RAYAN RIADI, S.H., M.Kn., seorang Notaris/PPAT resmi di Kota Kendari, yang ditetapkan berdasarkan:
SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor C-151 HT.03.01.TH.2005 tertanggal 15 Juli 2005, dan
SK Kepala BPN RI Nomor 611-XVII-2006 tertanggal 18 Desember 2006.
Artinya, setiap akta yang dibuat oleh notaris tersebut memiliki kekuatan hukum penuh dan diakui negara.
Tidak mungkin akta notaris yang berwenang melahirkan dokumen yang tidak sah — kecuali ada motif untuk menutup-nutupi fakta hukum yang sebenarnya.
2. Pengesahan Resmi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara
Akta Koperasi Perikanan dan Perempangan Saonanto (KOPPERSON) telah disahkan secara resmi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Fakta pengesahan ini jelas dan tidak terbantahkan:
Pejabat yang Mengesahkan: Hery Alamsyah, S.E., M.Si.
Nomor Pengesahan: 93/02-04/III/2017
Tanggal Pengesahan: 03 Maret 2017
Instansi: Dinas Koperasi, UMKM Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (lengkap dengan stempel resmi negara).
Dengan demikian, KOPPERSON diakui sebagai badan hukum koperasi yang sah, sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Permenkop No. 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan dan Pembinaan Koperasi.
Tidak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa ketiadaan data pada sistem ODS membatalkan keabsahan koperasi yang telah disahkan oleh pemerintah daerah.
3. ODS dan AHU Bukan Dasar Keabsahan Koperasi
Pernyataan bahwa koperasi tidak sah karena tidak tercantum di ODS dan AHU menunjukkan kekeliruan fundamental dalam berpikir hukum.
Koperasi tidak tunduk pada rezim hukum AHU, sebab bukan badan hukum perseroan. ODS sendiri hanyalah sistem pendataan administratif, bukan alat ukur keabsahan yuridis.
Pasal 9 dan 10 Permenkop No. 10/PER/M.KUKM/VI/2016 dengan tegas menyebutkan bahwa data dalam ODS bersifat administratif dan tidak menentukan keberlakuan status hukum koperasi.
Jadi, KOPPERSON tetap sah secara hukum meski tidak tercantum dalam ODS, karena telah disahkan melalui mekanisme resmi oleh Dinas Koperasi Provinsi Sulawesi Tenggara.
4. KOPPERSON Menang Inkrah — Hukum Tidak Bisa Diuji Ulang di Luar Mekanisme
KOPPERSON telah menang dalam putusan Pengadilan Negeri Kendari yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Langkah meminta aparat penegak hukum seperti Polda Sultra untuk mengkaji atau “menilai ulang” putusan pengadilan yang sudah inkrah merupakan bentuk kekeliruan fatal dan pelecehan terhadap sistem peradilan.
Dalam sistem hukum Indonesia, putusan inkrah hanya bisa dibatalkan melalui upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali/P.K.) yang diajukan ke Mahkamah Agung, bukan lewat opini media atau laporan polisi.
Setiap upaya di luar jalur itu bukanlah tindakan hukum, melainkan propaganda politik hukum yang menyesatkan.
5. Legislator Daerah dan Publik Harus Melihat Fakta, Bukan Opini
Dalam konteks ini, peran legislatif daerah (DPRD) sangat penting untuk memastikan bahwa hukum tidak dibelokkan oleh opini dan kepentingan kelompok tertentu.
DPRD Kota Kendari semestinya menegaskan bahwa putusan pengadilan yang telah inkrah wajib dihormati dan tidak boleh diintervensi.
Membuka kembali perkara yang telah diputus sah merupakan pelanggaran asas res judicata pro veritate habetur — bahwa setiap putusan pengadilan yang telah inkrah harus dianggap benar dan final.
6. Contoh Akta Perubahan & Hak Koperasi Menentukan Arah Sendiri
Ada pula pihak-pihak yang sibuk menyoal perubahan nama KOPPERSON, seolah itu kesalahan besar.
Padahal perubahan nama, jenis usaha, maupun susunan pengurus koperasi adalah hak penuh yang dijamin undang-undang.
Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 1992 dengan tegas menyebut:
“Koperasi memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai prinsip koperasi.”
Sebagai contoh, akta perubahan KOPPERSON menunjukkan bahwa perubahan nama dan bidang usaha dilakukan melalui rapat anggota resmi dan telah disahkan oleh pejabat koperasi provinsi. Artinya, semua legal dan sah.
Terserah koperasi dan pengurusnya mau ubah nama, jenis usaha, atau komposisi pengurus — itu hak mereka.
Kok kalian yang repot?
Ibarat ibu-ibu cerewet yang ikut campur urusan rumah tangga orang lain:
Orang ganti nama toko, dia sewot.
Orang ganti karyawan, dia protes.
Orang ganti pejabat perusahaan, dia ribut.
Padahal semua itu sah dilakukan sepanjang sesuai aturan hukum.
Ada perusahaan yang berdiri sejak 1945 lalu beberapa kali ganti nama dan pengurus karena pendirinya sudah meninggal — terus salahnya di mana?
Negara saja mengakui dan mengesahkan, kok malah warganya sendiri yang tidak paham hukum.
7. Fakta Lapangan: Tapak Kuda dan Sisa Empang
Ada lagi yang bilang bahwa Tapak Kuda tidak pernah ada empang.
Coba cek dan datang langsung ke Tapak Kuda — di sana masih jelas sisa-sisa empang milik KOPPERSON, yang tersisa akibat perampasan dan dokumen ganda buatan mafia tanah.
Mereka membuat dokumen di atas dokumen sah milik pihak yang diakui secara hukum.
Itulah akar masalah sebenarnya: bukan soal koperasi sah atau tidak, tapi soal mafia tanah yang hendak mengaburkan jejak hukum.
8. Kesimpulan: Upaya Memfitnah KOPPERSON Adalah Bentuk Kedangkalan dan Kepanikan
Tuduhan bahwa KOPPERSON tidak sah adalah bentuk kepanikan dari pihak yang sudah kehabisan peluru hukum.
Menyeret aparat penegak hukum untuk mengkaji ulang putusan inkrah, lalu memfitnah koperasi yang sah secara notarial dan administratif, adalah langkah non-prosedural dan kontraproduktif terhadap penegakan hukum.
KOPPERSON berdiri atas dasar hukum yang jelas, disahkan oleh pejabat resmi pemerintah, dan telah menang melalui proses hukum yang sah.
Segala upaya menggiring opini bahwa KOPPERSON ilegal hanyalah usaha putus asa dari mereka yang kalah di medan hukum.
Pesan saya buat warga pelawan KOPPERSON: “Gunakan dana anda untuk sesuatu yang tepat, bukan membuangnya untuk sesuatu yang sia-sia.”
Penulis:
Fianus Arung
Ketua DPD Asosiasi Wartawan Internasional
Kuasa Khusus Koperasi Perikanan dan Perempangan Saonanto (KOPPERSON)
Kendari, 20 Oktober 2025