Metro Kota

Kemenag Sulawesi Tenggara Didesak Segera Bayar Retensi Proyek Asrama Haji

11133
×

Kemenag Sulawesi Tenggara Didesak Segera Bayar Retensi Proyek Asrama Haji

Sebarkan artikel ini
Kanwil Kemenag Sultra diprotes beberapa lembaga terkait masalah administrasi pembayaran proyek salah satu perusahaan di Kota Kendari.

Kendari, Sulawesi Tenggara – LENSATIMOR.COM – Tiga organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Tenggara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sultra, Senin (11/8/2025).

Mereka menuntut pembayaran uang retensi proyek pembangunan Gedung Aula Asrama Haji Kendari yang hingga kini belum dibayarkan, meski masa pemeliharaan telah lama berakhir.

Aksi tersebut digelar oleh Koalisi Organisasi Merah Putih Berkibar Indonesia, Lembaga Pemerhati Masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara (LPM-Sultra), dan Gerakan Militansi Pemuda Sosialis Sulawesi Tenggara (GMPS-Sultra).

Ketua Koalisi, Ridwan Eli, menjelaskan bahwa proyek pembangunan Aula Asrama Haji yang dikerjakan CV Aden Satria telah rampung pada April 2022.

Gedung tersebut bahkan sudah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan keagamaan, pertemuan, dan acara umum. Namun, uang retensi yang menjadi hak kontraktor belum juga dibayarkan oleh pihak Kemenag Sultra.

“Masa pemeliharaan umumnya hanya 6–12 bulan. Sekarang sudah lewat lebih dari tiga tahun, tapi hak kontraktor belum dibayarkan. Kami menduga ada pelanggaran hukum dan administrasi,” tegas Ridwan.

Pihaknya merujuk Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo.

Perpres Nomor 12 Tahun 2021, yang pada Pasal 54 ayat (2) huruf b menegaskan penyedia berhak menerima pembayaran sesuai kontrak, termasuk retensi setelah masa pemeliharaan.

Pasal 54 ayat (3) menyebut PPK wajib melakukan pembayaran tepat waktu, dan keterlambatan dapat dikenai sanksi administrasi.

Lebih jauh, Ridwan mengungkap dugaan adanya pemotongan pembayaran oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan alasan denda.

Namun, kata dia, tindakan tersebut dilakukan sepihak tanpa surat pemberitahuan resmi atau berita acara yang disepakati kedua belah pihak.

“Kami bertanya-tanya apa dasar denda itu, karena tidak pernah ada surat resmi atau klarifikasi sebelumnya. Ini jelas melanggar ketentuan,” ujarnya.

Koalisi juga mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Pasal 93 yang menyatakan pemotongan pembayaran hanya sah jika berdasarkan bukti tertulis yang disampaikan dan disepakati penyedia jasa.

Selain itu, asas hukum administrasi negara mewajibkan adanya hak untuk didengar sebelum sanksi dijatuhkan.

Tak hanya pelanggaran administratif, Ridwan menilai potongan dana yang tidak disetor sesuai ketentuan dapat mengarah pada dugaan tindak pidana.

“Jika terbukti, ini bisa masuk unsur Pasal 3 UU Tipikor tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara, atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan,” katanya.

Koalisi pun menyampaikan enam tuntutan kepada Kemenag Sultra yakni, Menjelaskan secara terbuka alasan keterlambatan pembayaran retensi, Membayar hak kontraktor tanpa penundaan lebih lanjut, dan Menindak pejabat/PPK yang lalai atau melakukan pelanggaran prosedur.

Selanjutnya, Mengembalikan potongan dana yang tidak sah, Memastikan setiap sanksi atau pemotongan dilakukan sesuai prosedur dan pemberitahuan tertulis, dan Menjaga asas profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Kanwil Kemenag Sultra belum memberikan tanggapan resmi atas desakan tersebut. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *