LENSATIMOR.COM, Kendari – Rencana pemberlakuan asas dominus litis dalam sistem peradilan Indonesia menuai kontroversi.
Himpunan Masyarakat Demokrasi Indonesia (HMDI) Sulawesi Tenggara, bersama sejumlah akademisi, menyuarakan keprihatinan atas potensi tumpang tindih kewenangan penegak hukum jika asas tersebut diterapkan.
Ketua Umum HMDI Sulawesi Tenggara, Jefri, mengungkapkan kekhawatirannya terkait implikasi asas dominus litis.
“Pemberlakuan asas dominus litis perlu dikaji lebih mendalam,” tegas Jefri dalam sebuah pernyataan pers di Kota Kendari, Jumat (21/02/2025).
Ia menjelaskan bahwa perbedaan fungsi antara Kejaksaan dan Kepolisian dapat menjadi kabur jika asas tersebut diterapkan.
Kejaksaan, menurutnya, berwenang mengadili perkara, sementara Kepolisian bertugas melakukan penyidikan hingga tahap P21.
“Jika asas dominus litis diberlakukan, akan terjadi tumpang tindih. Kejaksaan bisa mengintervensi penyidikan kepolisian, bahkan memiliki sudut pandang berbeda dalam suatu kasus. Ini akan memperlama proses penyelidikan dan berpotensi memengaruhi status hukum seseorang,” jelas Jefri.
Lebih lanjut, Jefri menekankan pentingnya prinsip differentiationem functionum dalam KUHAP, yang membagi kewenangan penyidikan secara eksklusif kepada Kepolisian (monopolium investigationis), sementara Kejaksaan hanya berwenang dalam tahap penuntutan.
Ia memperingatkan potensi ketimpangan sistem hukum jika asas dominus litis diterapkan tanpa kajian yang matang. “Imunitas jaksa tidak boleh membuat mereka kebal hukum,” tambahnya.
HMDI Sulawesi Tenggara mendesak pemerintah untuk melakukan kajian komprehensif sebelum menerapkan asas dominus litis, guna mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan penegakan hukum yang adil dan efektif.
HMDI juga berharap agar prinsip differentiationem functionum tetap dijaga untuk menjaga keseimbangan dan independensi lembaga penegak hukum.
Laporan : Redaksi